A. Pendahuluan
Ingkar sunnah adalah gerakan yang ada di kalangan umat Islam yang tidak atau enggan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, mereka hanya berpegang kepada al-Quran saja, ada juga yang menyebut ingkar sunnah dengan munkir sunnah, jadi ingkar sunnah adalah kelompok dari kalangan umat Islam yang menolak ototritas dan kebenaran sunnah sebagai hukum dan sumber ajaran Islam.
Kelompok Ingkar sunnah (penentang Sunnah) berpendapat bahwa Islam cukup dengan al-Qur’an saja. Mereka beranggapan, al Qur’an-lah satu-satunya pedoman hidup dan hukum Islam yang benar. Karena itu kelompok ini menolak seluruh atau sebagian Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup atau dasar hukum umat Islam.
Pendapat seperti ini jelas salah dan keliru. Setiap istinbath (pengambilan hukum) dalam syariat Islam harus berpijak pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Kedua sumber hukum Islam ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam kaitannya dengan kepentingan istidlal dan dipandang sebagai sumber pokok yang satu, yaitu nash. Keduanya saling menopang secara sempurna dalam menjelaskan syari’ah.
Dalam konteks ini Imam Syatibi berkata: "Di dalam istinbath hukum, tidak seyogyanya hanya membatasi dengan memakai dalil al-Qur’an saja, tanpa memperhatikan penjabaran (syarah) dan penjelasan (bayan), yaitu Sunnah. Sebab di dalam al-Qur’an terdapat banyak hal-hal yang masih global seperti keterangan tentang shalat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya, sehingga tidak ada jalan lain kecuali menengok keterangan Sunnah.[1]
Selain menjelaskan ayat yang bersifat mujmal (global) seperti shalat, zakat dan puasa, Sunnah juga menjelaskan ayat-ayat yang bersifat mubham (samar-samar). Misalkan dalam surat at-Taubah ayat 101 Allah berfirman,
Nåkæ5Éj‹yèãZy™ Èû÷üs?§¨B §NèO šcr–Štム4’n<Î) A>#x‹tã 8LìÏàtã ÇÊÉÊÈ
Artinya : "Nanti mereka akan Kami azab dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar." (At Taubah [9] : 101)
Sahabat Ibnu Abbas RA menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan azab dua kali dalam ayat tersebut, yang pertama adalah azab dunia berupa dibukanya aib orang-orang munafik oleh Rasulullah di muka umum dan yang kedua adalah azab kubur, sebagaimana hadits Rasulullah yang mutawatir. Sedang azab yang besar adalah azab di akhirat. (Lihat Tafsir Baghawi dan Zadul Masiir)
B. Pengertian Ingkar As-Sunnah
Ingkar As-Sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian atau pun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.[2]
Ada tiga jenis kelompok ingkar as Sunnah. Pertama kelompok yang menolak hadis hadits Rasulullah SAW secara keseluruhan. Kedua yang menolak hadits hadits yang tidak disebutkan dalam Al Quran secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga kelompok yang hanya menerima hadits hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits hadits Ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun sahih. Mereka beralasan dengan ayat QS An Najm [53] : 28
( ¨bÎ)ur £`©à9$# Ÿw ÓÍ_øóムz`ÏB Èd,ptø:$# $\«ø‹x© ÇËÑÈ
Artinya : “…sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap
kebenaran. (QS An Najm [53] : 28)
Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsiran model mereka sendiri.
C. Sejarah Perkembangan Inkar As Sunnah
1. Inkar As-Sunnah Klasik
Secara fungsional hadits atau sunnah adalah sumber hukum kedua setelah Al Quran, yang memuat ketentuan hukum yang tidak tercantum dalam Al Quran. Pada dasarnya Al Quran merupakan ketentuan global yang diwahyukan Allah SWT. kepada Rasul-Nya. Di kalangan ulama Al Quran disebut wahyu mathlu’, sedangkan Hadits disebut wahyu goir mathlu’. Hadits merupakan perincian ketentuan agar Al Quran dapat dioperasionalkan lebih lebih pada ketentuan hukum yang bersifat amali yang perinciannya tidak tercantum dalam Al Quran.[3] Namun kemudian dalam perjalanan sejarah ternyata ada sebagian kecil manusia yang ingkar terhadap sunnah.
Ingkar as Sunnah pernah ada pada masa Klasik, yaitu pada masa sahabat seperti dituturkan oleh Imam Al Hasan Al Basri yang wafat pada tahun 110 H, ada sahabat yang sedang mengajarkan hadits yang bernama Imran bin Hushain yang wafat pada tahun 52 H, tiba tiba ada seseorang yang meminta agar tidak usah mengajarkan hadits, tetapi cukup mengajarkan Al Quran saja. Namun kemudian Imran bin Hushain balik bertanya dengan kalimat pertanyaan : “Tahukan anda seandainya anda dan kawan kawan anda hanya memakai Al Quran, Apakah anda dapat menemukan dalam Al Quran bahwa shalat dzuhur itu empat rakaat , Shalat ashar empat rakaat, dan shalat maghrib tiga rakaat ? kamudian pernyataan berikutnya yang beliau ungkapakan, “ Apabila anda hanya memakai Al Quran, dari mana anda tahu bahwa tawaf dan sya’i antara Shafa dan Marwa itu sebanyak tujuh kali?”
Mendengar pertanyaan itu, orang orang tersebut berkata, “Anda telah menyadarkan saya, mudah-mudahan Allah SWT selalu menyadarkan Anda,” akhirnya sebelum wafat orang itu menjadi seorang ahli Fiqh.[4]
Hal serupa pernah terjadi pada umayyah bin ‘Abdillah bin kholid (wafat pada tahun 87 H), ketika ia mencoba mencari semua permasalahan dalam Al Quran saja. Karena tidak menemukan jawaban atas masalah yang dihadapinya, akhirnya ia bertanya kepada Abdullah bin Umar (wafat tahun 74 H) ia berkata ,” di dalam Al Quran, saya hanya menemukan keterangan tentang shalat di rumah dan shalat dalam peperangan (shalat Al Khouf), sedangkan masalah shlat dalam perjalanan tidak ditemukan. Abdullah bin Umar menjawab “wahai kemenakanku, Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita sementara kita tidak mengetahui apa apa. Karena itu kita kerjakan apa saja yang kita lihat Nabi SAW mengerjakannya.[5]
Begitulah semakin jauh dari masa Nabi SAW, semakin banyak orang orang yang mencari pemecahan masalah-masalah yang mereka hadapi hanya dalam Al Quran. Bahkan, tokoh ahli hadits Ayyub as Sakhtiyani (Wafat 131 H) berkata :”apabila anda mengajarkan hadits kepada seseorang, kemudian dia berkata,”Ajarilah kami dengan Al Quran saja, tidak usah memakai hadits” ketahuilah bahwa orang tersebut adalah sesat dan menyesatkan.[6]
Agaknya gejala-gejala ingkar as Sunnah seperti di atas masih merupakan sikap sikap individual, bukan merupakan sikap kelompok atau madzhab, meskipun jumlah mereka dikemudian hari semakin bertambah. Suatu hal yang patut dicatat, bahwa gejala gejala itu tidak terdapat di negeri negeri Islam secara keseluruhan, melainkan secara umum terdapat di Irak. Karena “ Imran bin Hushain dan Ayyub as Sakhtiyani tinggal di Basrah Irak. Demikian pula, orang-orang yang disebutkan oleh Imam Syafi’I sebagai pengingkar sunnah juga tinggal di Basrah. Karena itu pada masa itu, tampaknya di Irak terdapat faktor faktor yang menunjang timbulnya paham ingkar as Sunnah.[7]
Dan itulah gejala-gejala ingkar as Sunnah yang muncul di kalangan para sahabat. Sementara menjelang akhir abad kedua hijriyyah muncul pula kelompok yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber syari’at Islam, di samping itu ada pula yang menolak sunnah yang bukan mutawatir saja.misalnya kelompok :
a. Khawarij[8] termasuk yang menolak hadits hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat.(ini merupakan kesimpulan Mustafa As Siba’i),[9]
b. Syi’ah hanya menerima hadits yang diriwayatkan oleh Ahl Al Bait.
Ingkar As Sunnah muncul pada masa klasik, ia muncul pada masa sahabat kemudia berkembang pada abad II H, dan lenyap pada abad III H, dan baru pada abad XIV H, paham ini muncul kembali.
Ada beberapa hal yang perlu dicatat tentang ingkar as sunnah klasik, mereka kebanyakan masih merupakan pendapat perseorangan, akibat ketidaktahuan tentang fungsi dan kedudukan as sunnah dalam Islam. Karena itu setelah diberi tahu tentang urgensi as sunnah, mereka akhirnya menerimanya.
2. Inkar As-Sunnah Masa Kini
Sejak abad ketiga sampai abad keempat belas Hijriyyah tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa dikalangan umat Islam terdapat pemikiran-pemikiran untuk menolak as Sunnah sebagai salah satu sumber syariat Islam, baik secara perseorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak as Sunnahyang muncul pada abad I Hijriyyah (as Sunnah Klasik) sudah lenyap ditelan masa pada akhir abad III Hijriyyah.
Pada abad keempat belas hijriyyah pemikiran seperti itu muncul kembali ke permukaan, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari ingkar as Sunnah klasik. Apabila ingkar as sunnah klasik muncul di Basrah Irak akibat ketidaktahuan, sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan Sunnah, Ingkar As Sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh pemikiran lolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.
Apabilla ingkar As Sunnah klasik masih banyak bersifat perseorangan dan tidak menamakan dirinya sebagai mujtahid. Ingkar as Sunnah modern banyak yang bersifat kelompok yang terorganisir dan tokoh tokohnya banyak yang mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan pembaharu. Apabila para pengingkar Sunnah pada masa klasik mencabut pendapatnya setelah mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada masa modern banyak yang bertahan pada pendiriannya, meskipun kepada mereka telah diterangkan urgensi Sunnah dalam Islam. Bahkan diantara mereka ada yang tetap menyebarkan pemikirannya secara diam diam, meskipun penguasa setempat telah mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut.[10]
Kapankah aliran ingkar as-sunnah itu lahir ? dalam buku Ulumul Hadits karya Drs. M. Agus Solahudin,M.Ag, menurut pendapat Muhammad Mustafa Azami menuturkan bahwa Ingkar As Sunnah modern lahir di kairo Mesir pada masa Syekh Muhammad Abduh (1266-1323 H / 1849-1905). Dengan kata lain Syekh Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan ingkar as Sunnah pada masa modern. Namun pendapat Azmi ini masih diberi catatan apabila kesimpulan Abu Rayyah dalam kitabnya “Adhwa ‘ala As-Sunnah al Muhammadiyah itu benar. Abu Rayyah menuturkan bahwa Syekh Muhammad Abduh berkata ,“Umat Islam pada masa sekarang ini tidak memiliki pemimpin selain Al Quran, dan Islam yang benar adalah Islam pada masa awal sebelum terjadinya fitnah (perpecahan).” [11] Beliau juga berkata “ Umat Islam sekarang tidak mungkin bangkit selama kitab kitab ini (Kitab kitab yang diajarkan di Al Azhar dan sejenisnya) masih tetap diajarkan. Umat Islam tidak mungkin maju tanpa ada semangat yang menjiwai ummat Islam abad pertama , yaitu Al Quran. Semua hal selain Al Quran akan menjadi kendala yang menghalangi antara Al Quran dan ilmu serta amal.
Abu Rayyah dalam menoak as Sunnah banyak merujuk pada pendapat Syekh Muhammad Abduh disebut disebut sebagai sebagai pengingkar as Sunnah. Namun benarkah Syekh Muhammad Abduh itu mengingkari as Sunnah ?, Seperti dituturkan di atas ? Azami masih belum memastikan hal itu karena ia hanya menukil pendapat Abu Rayyah yang belum dapat dipastikan kebenarannya.
Sementara Mustafa As Siba’i secara tidak langsung menuduh Syekh Muhammad Abduh sebagai pengingkar as Sunnah, As Siba’i mengakui kesungguhan-kesungguhan Syeh Muhammad Abduh, bahkan menilainya sebagai filosof Islam, namun di sisi lain As Siba’i menilai Syekh Muhammad Abduh sebagai orang yang sedikit perbendaharaan haditsnya[12]
Menurut As Siba’i, Syekh Muhammad Abduh memiliki prinsip bahwa senjata yang paling ampuh untuk membela Islam adalah logika dan argumen yang rasional. Berangkat dari prinsip ini Abduh kemudian mempunyai penilaian lain terhadap as Sunnah dan para rawinya berikut dalam memandang kedudukan Sunnah.[13]
Sebenarnya keterangan Abduh sebagaimana yang dinukil Abu Rayyah, masihperlu bditinjau kembali, maksudnya , boleh jadi ‘Abduh ketika mengatakan hal itu didorong oleh semangat yang menggebu-gebu untuk membumikan ajaran ajaran Al Quran sehingga ia berpendapat bahwa selain Al Quran, tidak ada gunanya sama sekali. Namun bagaimanapun ia telah dituduh sebagai pengingkar as Sunnah.
Sementara itu ada suatu hal yang sudah konkret tentang Sekh Muhammad ‘Abduh dalam kaitannya dengan hadits, Ia menolak hadits ahad untuk dijadikan dalil dalam masalah akidah, dan menurut ‘Abduh dalam masalah akidah hanya dapay dipakai hadits Mutawatir.[14] Apakah orang yang menolak hadits Ahad disebut sebagai pengingkar as Sunnah ? untuk hai ini tampaknya para ulama pun belum sependapat .
Namun demikin salah seorang murid Sekh Muhammad ‘Abduh yang bernama Sayyid Rasyid Ridha yang sebelumnya sependapat dengan pendapat gurunya kemudian mencabut penpatnya bahkan dikenal menjadi pembela hadits. As Siba’i menuturkan bahwa guru dan murid memiliki kesamaan dalam perbendaharaan Hadits demikian pula dalam ilmu hadits, namun sesudah Syekh Muhammad ‘Abduh wafat dan Sayyid Rasyid Ridha menerima tongkat estafet kepemimpinan, ia banyak mendalami ilmu-ilmu Fiqh, Hadits, dan lain lain sehingga ia menjadi tempat bertanya umat Islam seluruh dunia, karena itu pengatahuan beliau tentang hadits semakin dalam sehingga akhirnya ia menjadi pengibar panji-panii as Sunnah di Mesir.
D. Argumentasi Inkar As-Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran Ingkar as Sunnah baik yang klasik maupun yang modern memiliki argument argument yang dijadikan pegangan oleh mereka. Tanpa argumen-argumen itu rangkali pemikiran itu tidak memiliki pengaruh apa apa . berikut ini akan dijelaskan argument argument mereka dan sanggahan para ulama hadits terhadap mereka.
1. Agama Bersifat Konkret dan Pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai Sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti, Al Quran yang kita jadikan sebagai landasan agama itu bersifat pasti, seperti dituturkan dalam al Quran surat Al Baqarah ayat 1-2 berikut :
$O!9# ÇÊÈ y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu‘ ¡ Ïm‹Ïù ¡ “W‰èd z`ŠÉ)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
Artinya :”Alif laam miin (Al Baqarah [2] : 1)
Artinya :” Kitab[2.1] (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (QS Al Baqarah [2] : 2)[15]
[2.1] Tuhan menamakan Al Quran dengan Al kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis.
ü“Ï%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7ø‹s9Î) z`ÏB É=»tGÅ3ø9$# uqèd ‘,ysø9$# $]%Ïd‰|ÁãB $yJÏj9 tû÷üt/ Ïm÷ƒy‰tƒ 3 ¨ÇÌÊÈ
Artinya :”Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu Yaitu Al kitab (Al Quran) Itulah yang benar, dengan membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya. (QS. Fathir [35] : 31)
Sementara apabila apabila agama Islam itu bersumber dari hadits, ia tidak akan memiliki kepastian sebab keberadaan hadits khususnya hadits Ahad bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat yang pasti. Karena itu apabila agama Islam berlandaskan hadits di sampaing Al Quran islam akan bersifat ketidakpastian. Dan ini dikecam, oleh Allah.
…( ¨bÎ)ur £`©à9$# Ÿw ÓÍ_øóムz`ÏB Èd,ptø:$# $\«ø‹x© ÇËÑÈ
Artinya :”…sedangkan Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran. (QS An Najm [53] : 28
Demikianlah argument Ingkar as Sunnah, baik yang klasik maupun yang modern, seperti diungkapkan oleh Taufiq Sidqi (Mesir) dan Jamiyyah Ahl Al Quran (Pakistan).[16]
2. Al Quran Sudah Lengkap
Dalam Syariat Islam tidak ada dalil lain, kecuali Al Quran. Allah SWT. berfirman :
4… $¨B $uZôÛ§sù ’Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« …4 ÇÌÑÈ
Artinya :” Tiadalah Kami alpakan / luputkan sesuatupun dalam Al-Kitab[472],. (QS. Al Anam [6] : 38)
[472] Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.
Kata mereka (Pengingkar as Sunnah) “Jika kita berpendapat Al Quran masih memerlukan penjelasan, berarti kita secara tegas mendustakan Al Quran dan kedudukan Al Quran yang membahas segala hal secara tuntas. Padahal, ayat di atas membantah Al Quran masih mengandung kekurangan. Oleh karena itu, dalam syariat Allah tidak mungkin ada yang lain kecuali hanya Al Quran.
3. Al Quran Tidak Memerlukan Penjelas
Kata pengingkar as Sunnah, Al Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al Quran merupakan penjelasan terhadap segala hal, sebagaimana firman Allah SWT.
t4 $uZø9¨“tRur šø‹n=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»u‹ö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« “Y‰èdur ZpyJômu‘ur 3“uŽô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9
Artinya :” dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An Nahl [16] : 89).
uqèdur ü“Ï%©!$# tAt“Rr& ãNà6øŠs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Wx¢ÁxÿãB 4 tÇÊÊÍÈ
Artinya :” Dan Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? (QS. An Nahl [6] : 114).
Ayat ayat di atas dipakai dalil oleh para pengingkar as Sunnah, baik dulu maupun kini, mereka menganggap Al Quran sudah cukup karena sudah memberikan memberikan penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang orang yang menolak Hadits secara keseluruhan (Taufik Sidqi dan Abu Rayyah)[17]
E. Bantahan Terhadap Inkar Sunnah
1. Bertahan terhadap Argumen Pertama
Alasan mereka bahwa as Sunnah itu Dhanni (dugaan kuat) sedangkan kita diharuskan mengikuti yang pasti (yakin), masalahnya tidak demikian, sebab Al Quran sendiri meskipun kebenarannya sudah diyakini sebagai kalamullah tidak semua ayat memberikan petunjuk hukum yang pasti, sebab banyak ayat yang pengertiannya masih dhanni (dhanni ad-dalalah). Bahkan orang yang memakai pengertian ayat seperti ini juga tidak dapat meyakinkan bahwa pengertian itu bersifat pasti. Dengan demikian berarti ia tetap mengikuti pengertian ayat yang masih bersifat dugaan kuat (dhanni) Ada pun firman Allah SWT.,
$tBur ßìÎ7Gtƒ óOèdçŽsYø.r& žwÎ) $‡Zsß 4 ¨bÎ) £`©à9$# Ÿw ÓÍ_øóムz`ÏB Èd,ptø:$# $º«ø‹x© 4 ÇÌÏÈ
Artinya :”Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu sedikitpun tidak berguna untuk mencapai kebenaran[690]. (QS. Yunus [10] : 36).
[690] Sesuatu yang diperoleh dengan prasangkaan sama sekali tidak bisa mengantikan sesuatu yang diperoleh dengan.
Yang dimaksud dengan kebenaran (al Haq) di sini adalah masalah yang sudah tetap dan pasti. Jadi maksud ayat ini selengkapnya adalah bahwa dhanni tidak dapat melawan kebenaran yang sudah tetap dengan pasti, sedangkan dalam hal menerima Hadits, masalahnya tidak demikian.
Untuk membantah orang orang yang menolak Hadits Ahad, Abu Al Husain Al Bashri Al Mu’tazili mengatakan ,”Dalam menerima hadits hadits Ahad, sebenarnya kita memakai dalil dalil pasti yang mengharuskan untuk menerima hadits hadits itu.” Jadi sebenarnya kita tidak memakai dhann yang bertentangan dengan haq tetapi kita mengikuti atau memakai dhann yang memang diperintahkan Allah SWT.
Para pengingkar as Sunnah juga mengkritik Imam Syafi’I yang menetapkan hukum dengan hadits Ahad yang bersifat dhann, Berikut Tanya jawab antara Pengingkar as Sunnah dengan Sang Imam :
Mereka bertanya : ,”Apakah ada dalil yang bersifat dhanni yang dapat
menghalalkan suatu masalah yang sudah diharamkan
dengan dalil qath’i (pasti dan yakin)?”
Imam Syafi’I menjawab :“Ya, ada.”
Mereka bertanya lagi :“Apakah itu ?”
Imam Syafi’i menjawab dengan melontarkan pertanyaan,” : Bagaimana pendapatmu terhadap orang yang membawa harta yang ada di sebelah saya ini, apakah orang itu haram dibunuh dan hartanya haram dirampas ?”
Mereka menjawab : “Ya, demikian, haram dibunuh dan hartanya
haram dirampas”.
Imam Syafi’I : “Apabila ternyata ada dua orang saksi yang mengatakan bahwa ternyata orang tersebut baru saja membunuh orang lain dan merampok hartanya, bagaimana pendapatmu ?”
Mereka menjawab : “ Ia messti diqisas, dan hartanya harus dikembalikan kepada ahli waris orang yang terbunuh.”
Imam Syafi’I : “ Apakah tidak mungkin dua orang saksi tersebut bohong atau keliru ?”
Mereka menjawab :” Ya mungkin”.
Imam Syafi’I :”Kalau begitu, kamu telah membolehkan membunuh (mengqisas) dan merampas harta dengan dalil yang dhanni, padahal dua masalah itu sudah diharamkan dengan dalil yang pasti “
Mereka berkomentar :“Ya”. Karena kita diperintahkan untuk menerima kesaksian. [18]
2. Bantahan terhadap Argumen Kedua dan Ketiga
Kelompok pengingkar as Sunnah baik pada masa lalu maupun belakangan, umumnya “kekurangan waktu” dalam mempelajari Al Quran. Hal itu karena mereka kebanyakan hanya memakai dalil QS An Nahl ayat 89, yang berbunyi :
t4 $uZø9¨“tRur šø‹n=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»u‹ö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« “Y‰èdur ZpyJômu‘ur 3“uŽô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
Artinya : “. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS An Nahl [16] : 89)
Padahal dalam QS An Nahl ayat 44 Allah juga berfirman :
3 !$uZø9t“Rr&ur y7ø‹s9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌh“çR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcrã©3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ
Artinya : “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan, (QS. An Nahl [16] : 44).
[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran..[19]
Apabila Allah sendiri yang menurunkan Al Quran itu sudah membebankan kepada Nabi-Nya agar ia menerangkan isi Al Quran, dapatkah dibenarkan seorang muslim menolak keterangan atau penjelasan tentang isi Al Quran tersebut, dan memakai Al Quran sesuai dengan pemahamannya sendiri seraya tidak mau memakai penjelasan penjelasan yang berasal dari Nabi Muhammad SAW ? Apakah ini tidak berarti percaya kepada sejumlah ayat Al Quran dan tidak percaya kepada ayat ayat yang lain ? Kaitanya dengan ini Allah berfirman :
tbqãYÏB÷sçGsùr&… ÇÙ÷èt7Î/ É=»tGÅ3ø9$# šcrãàÿõ3s?ur <Ù÷èt7Î/ 4 $yJsù âä!#t“y_ `tB ã@yèøÿtƒ šÏ9ºsŒ öNà6YÏB žwÎ) Ó“÷“Åz ’Îû Ío4quŠysø9$# $u‹÷R‘‰9$# ( tPöqtƒur ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# tbr–Štム#’n<Î) Ïd‰x©r& É>#x‹yèø9$# 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÑÎÈ
Artinya :” Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat(QS Al Baqarah [2] : 85. [68].
Sedangkan argumen mereka dengan QS Al An’am ayat 38 yang berbunyi :
$¨B… $uZôÛ§sù ’Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« …4 ÇÌÑÈ
Artinya : Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (Al Quran) ini, (QS. Al An’am [6] : 38
hal itu tidak pada tempatnya, sebab Allah juga menyuruh kepada kita untuk memakai apa yang disampaikan oleh Nabi SAW. Seperti dalam firman-Nya :
!$tBur ãNä39s?#uä ãAqß™§9$# çnrä‹ã‚sù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4ÇÐÈ
Artinya :” apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr [59] : 7).
Allah SWT. juga berfirman dalam Surat Al Ahzab ayat [33] : 36:
$tBur tb%x. 9`ÏB÷sßJÏ9 Ÿwur >puZÏB÷sãB #sŒÎ) Ó|Ós% ª!$# ÿ¼ã&è!qß™u‘ur #·øBr& br& tbqä3tƒ ãNßgs9 äouŽzσø:$# ô`ÏB öNÏdÌøBr& 3 `tBur ÄÈ÷ètƒ ©!$# ¼ã&s!qß™u‘ur ô‰s)sù ¨@|Ê Wx»n=|Ê $YZÎ7•B ÇÌÏÈ
Artinya : “36. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS Al Ahzab [33] : 36)
Berdasarkan teks Al Quran, Rasulullah SAW. Sajalah yang diberi tugas untuk menjelaskan kandungan Al Quran, sedangkan kita diwajibkan untuk menerima dan mematuhi penjelasana penjelasan beliau, baik berupa perintah maupun larangan. Semua itu bersumber dari Al Quran. Kita tidak memasukkan unsur lain ke dalam Al Quran, sehingga masih dianggap memiliki kekurangan, hal ini tak ubahnya seperti sesorang yang diberi istana yang megah yang lengkap dengan segala fasilitasnya, ia tidak mau memakai lampu sehingga pada malam hari, istana itu gelap, sebab menurut dia, istana itu sudah paling lengkap dan tidak perlu hal hal lain. Apabila istana itu dipasang lampu dan lain lain, berarti ia masih memerlukan masalah lain, sebab kabel lampu mesti disambung dengan pembangkit tenaga listrik di luar. Akhirnya ia menganggap bahwa gelap yang terdapat dalam istana itu sebenarnya sudah merupakan cahaya.
F. Paham Ingkar As Sunnah di Indonesia
Menurut buku “Aliran dan Paham Sesat di Indonesia”,karya Hartono Ahmad Jaiz, bahwa paham Ingkar as Sunnah di Indonesia muncul sekitar 1980 an, mereka menamakan diri dengan sebutan kelompok beberapa mesjid yang“Qurani”.
Beberapa mesjid yang mereka kuasai di Jakarta misalnya : a. Masjid Asy Syifa yang berada di rumah sakit pusat Cipto Mangunkusumo yang menyatu dengan Universitas Indonesia. Pengajian ini dipimpin oleh Haji Abdurrahman Padurenan Kuningan Jakarta. Dari hasil pengajian mereka berdampak pada shalat yang jumlah tiap rakaat menjadi dua rakaan, tanpa adzan dan iqomat.[20] , b. Masjid Al Burhan (Pasar Rumput) Jakarta dengan dipimpin oleh Ust. H. Sanwani, bahkan mereka tidak mau berpuasa pada bulan Ramadhan, kecuali mereka yang langsung melihat bulan. Dasar mereka QS. Al Baqarah : 185)
ã4 `yJsù y‰Íky ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( ÇÊÑÎÈ
Artinya : ” Karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (QS. Al Baqarah [2] : 185.).
Tokoh penyebar penyebar ajaran Ingkar As Sunah di Indonesia di antaranya Lukman Saad (Padang Sumbar), beliau lulisan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sampai Sarjana Muda. Beliau juga sebagai direktur perusahaan penerbitan dengan mesin cetak manual. Kemudian beliau memiliki mesin percetakan modern bantuan dari Belanda sehingga mampu menctak buku yang bersisi ajaran ingkar as Sunnah.
Lukman Saad ternyata memiliki hubungan kuat dengan Ir. Irham Sutarto, (Ketua Serikat Buruh perusahaan UnileverIndonesia) di Cibubur Jabar. Ir Irham Sutarto adalah tokoh Ingkar as Sunnah, bahkan beliau penulis buku ingkar as Sunnah pertama dengan tulisan tangannya.
Selain kedua tokoh di atas, ternyata ada dedengkot ingkar as Sunnah bernama Marinus Taka (Keturunan Indo Jerman), yang tinggal di Jl. Sambas 4 No 54 Depok Lama Jabar. Namun akhirnya Marinus Taka ditangkap ramai ramai ketika sedang mengadakan pengajian di Jl. Bakti Tanjung Priuk Jakarta Utara. Demikian pula H. Sanwani yang sedang mengadakan pengajian di Masjid Al Burhan.
Karena ajarannya yang cukup meresahkan, maka MUI mengeluarkan fatwanya pada tanggal 16 Ramadhan 1403 H / 27 Juni 1983, aliran Ingkar as Sunnah dinyatakan sesat dan menyesatkan (Ketua MUI saat itu Prof. KH. Ibrahim Husni,LML, dan Sekretarisnya H. Musytari Yusuf). Sementara pemerintah mengeluarkan surat larangan pada tanggal 7 September 1985 dengan surat keputusan Jaksa Agung RI No. Kep-085/J.a/9/1985, yang akhirnya buku buku karangan Nazwar Syamsu dan Dailami Lubis, beh=gitu juga Tafsirnya yang semuanya menyebarkan ajaran Ingkar As Sunnah dinyatakan dilarang beredar di seluruh Indonesia.[21]
G. Kesimpulan dan Saran
Ingkar as Sunnah adalah gerakan yang ada di kalangan umat Islam yang tidak atau enggan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, mereka hanya berpegang kepada al-Quran saja, jadi ingkar sunnah adalah kelompok kecil umat Islam yang menolak ototritas dan kebenaran sunnah sebagai hukum dan sumber ajaran Islam.
Kelompok Ingkar sunnah (penentang Sunnah) berpendapat bahwa Islam cukup dengan al-Qur’an saja. Mereka beranggapan, al Qur’an-lah satu-satunya pedoman hidup dan hukum Islam yang benar. Karena itu kelompok ini menolak seluruh atau sebagian Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup atau dasar hukum umat Islam.
Dari uraian tersebut di atas kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa pengingkar as Sunnah itu memang telah terjadi pada dua periode, periode yang dimaksud adalah periode klasik dan periode modern. Kekeliruan mereka pada masa klasik lebih kepada merupakan sikap sikap individual, bukan merupakan sikap kelompok atau madzhab, meskipun jumlah mereka dikemudian hari semakin bertambah. Suatu hal yang patut dicatat, bahwa gejala gejala itu tidak terdapat di negeri negeri Islam secara keseluruhan, melainkan secara umum terdapat di Irak.
Sementara menjelang akhir abad kedua hijriyyah muncul pula kelompok yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber syari’at Islam, di samping itu ada pula yang menolak sunnah yang bukan mutawatir saja.misalnya kelompok :
Khawarij[22] termasuk yang menolak hadits hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat. (ini merupakan kesimpulan Mustafa As Siba’i),[23] Syi’ah hanya menerima hadits yang diriwayatkan oleh Ahl Al Bait.
Ingkar As Sunnah muncul pada masa klasik, ia muncul pada masa sahabat kemudia berkembang pada abad II H, dan lenyap pada abad III H, dan baru pada abad XIV H, paham ini muncul kembali.
Ada beberapa hal yang perlu dicatat tentang ingkar as sunnah klasik, mereka kebanyakan masih merupakan pendapat perseorangan, akibat ketidaktahuan tentang fungsi dan kedudukan as sunnah dalam Islam. Karena itu setelah diberi tahu tentang urgensi as sunnah, mereka akhirnya menerimanya.
Sejak abad ketiga sampai abad keempat belas Hijriyyah tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa dikalangan umat Islam terdapat pemikiran-pemikiran untuk menolak as Sunnah sebagai salah satu sumber syariat Islam, baik secara perseorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak as Sunnahyang muncul pada abad I Hijriyyah (as Sunnah Klasik) sudah lenyap ditelan masa pada akhir abad III Hijriyyah.
Pada abad keempat belas hijriyyah pemikiran seperti itu muncul kembali ke permukaan, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari ingkar as Sunnah klasik. Apabila ingkar as sunnah klasik muncul di Basrah Irak akibat ketidaktahuan, sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan Sunnah, Ingkar As Sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh pemikiran lolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.
H. Daftar Pustaka
Al-Baghdadi. Op.cit.
Al Hakim, Al Mustadrak Ash Shahihain. Beirut; Dar al Ma’rifat
Al-Siba’i, Mustafa 1980. Al Sunnah wa Makatuha fi At-Tasyri, Al Islami jilid I Beirut :
Al Maktab Al Islami
Azami. Op.cit.hal. 42.
Daud Rasyid. Sunnah di Bawah Ancaman; dari Snaouck Hugronje hingga Harun
Nasutioan, Bandung:
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban, Prof.Dr.H.Abdul Aziz, Dr.
Ahmad Tafsir, dkk, PT Ichtiar Bar van Hoeve tanpa tahun
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia Cet. Kedelapan Pustaka Al Kautsar,hal 29-32 , 2004.
Syamil, 2006 hal. Vi
[1] Abu Ishak Syatibi, Al Muwafaqat, Juz III hal. 369
[2] Daud Rasyid. Sunnah di Bawah Ancaman; dari Snaouck Hugronje hingga Harun Nasutioan, Bandung:
Syamil, 2006 hal. vi
[3] Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban, Prof.Dr.H.Abdul Aziz, Dr. Ahmad Tafsir, dkk, PT Ichtiar Bar van Hoeve tanpa tahun
[4] Al Hakim, Al Mustadrak Ash Shahihain. Beirut; Dar al Ma’rifatJuz 1 Hal 109-110
[5] Al Hakim. op cit.Juz I hal. 16.
[6] Al-Baghdadi. Op.cit. hal. 16.
[7] Azami. Op.cit.hal. 42.
[8] Mustafa As Siba’i. As Sunnah wa Makanatuhafi at Tasyri Al Islami. Beirut Al Maktab al Islami jilid I 1980
[9] Drs. M.Agus Solehudin,M.Ag, A.Suyadi,Lc,M.Ag.Ulumul Hadits Pustaka Setia Bdg. Cet.I 2009 Hal.210
[10] Ibid hal. 46
[11] Ulumul Hadits, Drs. M.Agus Solahudin,M.Ag.,Agus Suyadi,Lc.,M.Ag Pustaka Setia Bandung hal. 216
[12] Yaqub. Op.cit. hal. 47.
[13] Ash-Siba’i op.cit. hal. 30
[14] Yaqub.op.cit.hal.48.
[15] Add-ins Al Qurann Surat Al Baqarah ayat 1-2
[16] Azmi.op.cit.hal51-52
[17] Ibid. hal, 53
[18] Ulumul Hadits, Drs. M.Agus Solahudin,M.Ag.,Agus Suyadi,Lc.,M.Ag Pustaka Setia Bandung hal. 223 + ibid hal. 57-58
[19] Add ins Al Quran An Nahl [16] ayat 44
[20][20] Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Pustaka Al Kautsa, hal 29, Jakarta 2004
[21] Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Pustaka AlKautsar 2004 hal 32-37
[22] Mustafa As Siba’i. As Sunnah wa Makanatuhafi at Tasyri Al Islami. Beirut Al Maktab al Islami jilid I 1980
[23] Drs. M.Agus Solehudin,M.Ag, A.Suyadi,Lc,M.Ag.Ulumul Hadits Pustaka Setia Bdg. Cet.I 2009 Hal.210
Faham INGKAR-SUNAH berarti : menolak riwayat, sejarah, perkataan periwayat yang dinisbatkan kepada rasul sebagai bagian dari hukum. Sunnah rasul adalah ajaran yang diciptakan para periwayat sejarah tentang rasul yang kemudian dijadikan hukum menyaingi al-Qur’an.
Ajaran sunah rasul tidak ada bedanya dengan umat kresten yang membuat hukum disamping kitab suci mereka. Ajaran sunah rasul menjadikan sejarah sebagai bagian dari hukum a-Qur’an.
Sunnah merupakan sumber hukum islam sebagai operasional dari al-Qur’an, karena Al Qur’an masih bersifat global. apalagi kalau menurut Quraish Shihab ayat al-Qur’an lebih banyak bersifat Zhanni yang melahirkan berbagai macam pemahaman, maka al-Qur’an dioperasionalkanm dengan As-sunnah.Sehingga pemahaman inkar as-sunnah saja ada beberapa tingkatan. itu barangkali jawaban kami, terimakasih atas masukannya.